Senin, 09 Mei 2011

FILSAFAT PANCASILA


  1. Pengertian Filsafat
           Dalam wacana ilmu pengetahuan sebenarnya pengertian filsafat adalah sangat sederhana dan mudah dipahami. Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia.dengan lain perkataan selama manusia hidup, maka sebenarnya ia tidak dapat mengelak dari filsafat, atau dalam kehidupan manusia senantiasa berfilsafat.jikalau seseorang hanya berpandang bahwa materi merupakan sumber kebenaran dalam kehidupan,maka orang tersebut berfilsafat materialisme. Jikalau sseorang berpandang bahwa kenikmatan adalah merupakan nilai terpenting dan tertinggi dalam kehidupan maka orang tersebut berpandang bahwa dalam kehidupan masyrakat dan Negara adalah kebebasan individu, maka orang tersebut berfilsafat liberalisme, jikalau seseorang memisahkan antara kehidupan kenegaraan atau kemasyrakatan dan kehidupan agama, maka orang tersebut berfilsafat sekulerisme, dan masih banyak pandangan filsafat lainnya.
            Sebelum dipahami lebih lanjut  tentang pengertian filsafat maka dipandang penting untuk terlebih dahulu memahami istilah dan pengertian “filsafat”. Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa yunani “philein”yang artinya “cinta”dan “sophos” yang artinya “hikmah”atau”kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Jikalau ditinjau dari lingkup pembahasannya, maka filsafat meliputi banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, masyarakat,alam,pengetahuan,etika,logika,agama,estetika dan bidang lainnya.oleh karena itu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul dan berkembang juga ilmu filsafat yang berkaitan dengan bidang ilmu-ilmu tertentu, misalnya filsafat social, filsafat hokum, filsafat politik,filsafat bahasa, filsafat ilmu pengethuan, filsafat lingkungan, filsafat agama dan filsafat yang berkaitan dengan bidang ilmu lainnya.
            Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :

Pertama : Filsafat sebagai produk mencakup pengertian

  1. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan,ilmu, konsep dari para filsaf pada zaman dahulu, teori,system atau pandangan tertentu, yang merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
  2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat sebagai proses yang dinamis).

Kedua : Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian

Filsafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu system pengetahuan yang bersifat dinamis.

  1. Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem
          Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan system filsafat. Yang dimaksud dengan system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, system lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
          1). Suatu kesatuan bagian-bagian
          2). Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
          3). Saling berhubungan, saling ketergantungan
          4). Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan
               System)
          5). Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)

            Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu. Yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Maka dasar filsafat Negara pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (majemuk artinya jamak) (tunggal artinya satu). Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila yang lainnya.sila-sila pancasila yang merupakan system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasi oleh sila-sila lainnya.secara demikian ini maka pancasila pada hakikatnya merupakan system, dalam pengertian bahwa bagian-bagian,sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
           Kenyataan pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan objektif yang ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dengan system-sistem filsafat yang lainnya misalnya liberalisme,materialisme,komunisme dan aliran filsafat yang lainnya.

  1. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
  1. Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk pyramidal. Pengertian matematika pyramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dari pancasila dalam urutan-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal-hal sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya, urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya.dalam susunan hierarkhis dan pyramidal ini, maka ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia. Kerakyatan dan keadilan social. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan social demikian selanjutannya, sehingga tiap-tiap sila didalamnya mengandung sila-sila lainnya.
         
           Secara ontologis  kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu system bersifat hierarkhis dan berbentuk pyramidal adalah sebagai berikut : bahwa hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia adalah sebagai akibat adanya Tuhan (Sila 1). Adapun manusia adalah sebagi subyek pendukung pokok Negara, karena Negara adalah lembaga kemanusiaan, Negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka Negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (Sila 3). Sehingga terbentuknya persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur Negara disamping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu dalam Negara yang bersatu (Sila 4). Keadilan oada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain perkataan keadilan social (Sila 5).pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut Negara ( lihat Notonagoro, 1984:61 dan 1975:61 dan 1975:52,57).

  1. Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
            Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis pyramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan diatas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasikan oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkhis tersebut diatas.
  1. Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Sila ketiga : Persatuan Indonesia adalah persatuan yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang berketuhanan yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Sila kelima :  keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonagoro, 1975:43,44).

  1. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
           Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila. Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan system filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan system filsafat yang lainnya misalnya materialisme,liberalisme,pragmatisme,komunisme,idealisme dan lain paham filsafat didunia.

  1. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
            Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut ; bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan serta yang berkeadilan social pada hakikatnya adalah manusia (Notonagoro, 1975:23).
            Hubungan kesesuaian antara Negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab akibat yaitu Negara sebagai  pendukung hubungan dan tuhan, manusia,satu,rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila pancasila yaitu tuhan, manusia,satu,rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun Negara adalah sebagai akibat.sebagai suatu system filsafat landasan sila-sila pancasila  itu dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat (Notonegoro, tanpa tahun :7),serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk pyramidal.

  1. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila.
            Dasar  epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideology bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila (Soeryanto, 1991:50). Oleh karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan  basis ontologis dari pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemology,yaitu bangunan epistemology yang ditempatkan dalam bangunan flsafat manusia (Pranarka, 1996:32).
            Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemology yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia , ketiga tentang pengetahuan watak manusia (Titus, 1984:20). Perssoalan epistemology dalam hubungannya pancasila dapat dirinci sebagai berikut :
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan pancasila. Tentang sumber pengetahuan pancasila, sebagaimana dipahami bersama bahwa sumber pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri,bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Berikutnya tentang susunan pancasila sebagai suatu system pengetahuan. Sebagai suatu system pengetahuan maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Susunan kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkhis dan berbentuk pyramidal,dimana sila pertama pancasila  mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya serta sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga ,keempat dan kelima ,sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima. Adapun sila kelima didasari dan dijiwai sila-sila pertama,kedua,ketiga dan keempat.
           Pembahasan berikutnya adalah pandangan pancasila tentang pengetahuan manusia. Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa masalah epistemology pancasila diletakkan dalam kerangka bangunan filsafat manusia. Maka konsepsi dasar ontologism sila-sila pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemology pancasila. Menurut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rokhani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-unsur : fisis anorganis , vegetatif, animal. Adapun unsur jiwa rokhani manusia terdiri atas unsur –unsur potensi jiwa manusia yaitu :akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia. Rasa yaitu unsur potensi jiwa manusia dalam tingkatam kemampuan estetis (keindahan). Adapun kehendak adalah unsur potensi jiwa manusia dalam kaitanya dalam bidang moral atau etika. Menurut Notonegoro dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam kaitanntya dengan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran sebagai berikut: memoris, reseptif, krisis dan kreatif.

  1. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
              Sila-sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya , yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik
Tolak dan sudut pandangnya masing-masingdalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan.Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada dua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia , hal ini bersifat subyektif namun juga terdapat  pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, hal ini merupakan pandangan dari paham objek tivisme.
           Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai dalam apa saja yang ada serta bagaimana  hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam tergantung pada sudut  pandangnya masing-masing.
Menurut Notonegoro bahwa nilai-nilai pancasila termasuk nilai kerokhanian , tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui nilai material dan nilai vital, dengan demikian nilai-nilai pancasila yang tergolong nilai kerokhanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis,nilai kebaikan atau nilai moral , maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkhis, dimana sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila keadilan social sebagai tujuannya (Darmodi hardjo, 1978).
    1. Teori Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta hierarki nilai. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas dan sebagainya, sedangkan nilai kerokhanian/spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal kerokhanian/spiritual, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, cipta, rasa, karsa dan keyakinan manusia.

    1. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu system
Isi arti sila –sila pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakekat: pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila pancasila sebagai pedoman pelaksana dan penyelenggaraan Negara yaitu bersifat umum kolektif serta aktualisasi pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit dalam berbagai bidang kehidupan.
Hakikat sila-sila pancasila ( substansi pancasila) adalah merupakan nilai-nilai sebagai pedoman Negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi konkrit pancasila.substansi pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Prinsip dasar yang mengandung kualitas tertentu itu merupakan cita-cita dan harapan atau hal yg ditujukan oleh bangsa Indonesia untuk diwujudkan menjadi kenyataan real dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan bermsyarakat , berbansa maupun bernegara.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila 1 sampai dengan sila V pancasila merupakan cits-cita, harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Sejak dahulu kala nilai-nilai itu selalu didambakan,dicita-citakan  bangsa Indonesia agar terwujud dalam masyarakat yang tata tentram, karta raharjam, remah lipah loh jinawi, dengan penuh harapan diupayakan terrealisasi dalam sikap, tingkah laku. Dan perbuatan manusia Indonesia,namun seperti yang telah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya , pancasila yang pada tahun 1945 secara formal diangkat menjadi das sollen bangsa Indonesia, sebenarnya dianggap dari kenyataan real yang berupa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam adapt istiadat , kebudayaan dan kehidupan keagamaan atau kepercayaan bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar